Jumat, 13 Januari 2012

Produksi Benih Jagung Hibrida dan Bersari Bebas

BAB 1. PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Jagung Zea mays L. Merupakan tanaman berumah satu Monoecious dimana letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan hasil. Daun tanaman C4 sebagai agen penghasil fotosintat yang kemudian didistribusikan, memiliki sel-sel seludang pelbuluh yang mengandung klorofil. Di dalam sel ini terjadi dekarboksilasi malat dan aspartat yang menghasilkan CO2 yang kemudian memasukki siklus calvin membentuk pati dan sukrosa. Di tinjau dari segi kondisi lingkungan, tanaman C4 teradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasai surya tinggi dengan suhu siang dan malam yang tinggi, curah hujan yang rendah dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu yang tinggi, serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat-sifat menguntungkan dari jagung sebagai  tanaman C4 antara lain aktifitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomis yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil.
Kedudukan tanaman jagung dalam taksonomi adalah:
Ordo                : Tripsaceae
Famili              : Poaceae
Sub-famili       : Panicoideae
Genus              : Zae
Spesies            : Zea Mays L.
Tanaman Jagung telah lama dibudidayakan di Indonesia, akan tetapi rata-rata hasilnya relatif lebih rendah, rendahnya hasil jagung terutama disebabkan oleh pengelolaan tanah dan tanaman yang belum mencapai kondisi optimal bagi pertumbuhannya, seperti pemupukan yang belum memadai dan kondisi lahan yang bersifat masam.
Telah diketahui produksi benih tanaman jagung dapat dipengaruhi oleh lingkungan seperti iklim dan kondisi lahan, varietas ditanam. Lahan sebagai tempat tumbuh tanaman perlu mendapatkan perhatian yang seksama. Kekurangan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dapat diberikan melalui pemupukan. Takaran, cara dan waktu pemupukan yang tepat dan disertai oleh pengolahan tanah yang baik, dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara yang diperlukan dan akan memberikan hasil jagung yang lebih tinggi. Pemupukan yang tepat, berbeda tergantung dari kesuburan dan jenis tanahnya. Bagi lahan-lahan yang bersifat masam, ketersediaan P dapat ditingkatkan melalui pengapuran
Populasi tanaman juga merupakan salah satu faktor  yang dapat menentukan produksi tanaman. Populasi tanaman atau jarak tanam erat hubungannya dengan umur varietas jagung yang ditanam.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Bagaimana cara memproduksi benih jagung yang baik?
  2. Hal-hal apa saja yang harus di penuhi dalam produksi benih jagung?
  3. Faktor apa saja yang mempengaruhi produksi benih jagung?
1.3  Tujuan
  1. Mengetahui Bagaimana cara memproduksi benih jagung yang baik
  2. Mengetahui Hal-hal apa saja yang harus di penuhi dalam produksi benih jagung
  3. Mengetahui apa saja yang mempengaruhi produksi benih jagung









BAB 2. TINJAU TEORI


2.1 Asal Usul Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4.000 tahun yang lalu. [1] Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung budidaya (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7.000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 kultivar jagung, baik yang terbentuk secara alami maupun dirakit melalui pemuliaan tanaman


2.1.1 Teori Asal Asia
Tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari Himalaya. Hal ini ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (jagung jali, Coix spp) dengan famili Aropogoneae.Kedua spesies ini mempunyai lima pasang kromosom. Namun teori ini tidak mendapat banyak dukungan.

2.1.2 Teori Asal Andean
Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Andean Peru, Bolivia, dan kuador. Hal ini dukung oleh hipotesis bahwa jagung berasal dari Amerika elatan dan jagung Andean mempunyai keragaman genetic yang luas terutama di daratan tinggi peru. kelemahan teori inia adalah ditemukannya kerabat liar seperti teosinte di dataran tinggi tersebut. Mangelsdorf seorang ahli biologi evolusi yang menghususkan perhatian pada tanamn jagung menampik hipotesis ini.

2.1.3 Teori Asal Meksiko
Banyak ilmuwan percaya bahwa jagung berasal dari Meksiko, karena jagung dan spesies liar jagung teosinte sejak lama ditemukan di daerah tersebut, dan masih ada di habitat asli hingga sekarang. Ini juga mendukung ditemukannya fosil tepung sari dan tongkol jagung dalam gua, dan kedua spesies mempunyai keragaman genetic yang luas. Teosinte dipercaya sebagai nenek moyang tanaman jagung. Jagung telah dibudidayakan di Amerika Tengah mecsiko bagian selatan sekitar 8000 – 10.000 tahun yang lalu.dari penggalian di temukan jagung berukuran kecil, yang diperkirakan usianya mencapai sekitar 7000 tahun. Menurut pendapat beberapa ahli botani teosinte Zea mays spp.sebagai nenek moyang tanaman jagung merupakan tumbuhan liar yang berasal dari lembah sungai Balsas. Lembah di meksiko selatan. Bukti genetic antropologi arkeologi menunjukkan bahwa daerah asal jagung adalah di Amerika Selatan daerah ini jagung tersebar dan di tanam di seluruh dunia.



2.2 Deskripsi
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini. Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun.
Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).
ciri-ciri:
  1. panjang
  2. berisi
  3. ada buahya
Klasifikasi ilmiah
  • Kerajaan: Plantae
    • (tidak termasuk) Monocots
    • (tidak termasuk) Commelinids
  • Ordo: Poales
  • Famili: Poaceae
  • Genus: Zea
  • Spesies: Z. mays
  • Nama: binomial
Zea mays ssp. maysL.
Jagung (Zea mays L.)merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi

2.3 Kandungan Gizi
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa.
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah:
  1. Kalori : 355 Kalori
  2. Protein : 9,2 gr
  3. Lemak : 3,9 gr
  4. Karbohidrat : 73,7 gr
  5. Kalsium : 10 mg
  6. Fosfor : 256 mg
  7. Ferrum : 2,4 mg
  8. Vitamin A : 510 SI
  9. Vitamin B1 : 0,38 mg
  10. Air : 12 gr
Dan bagian yang dapat dimakan 90 %. Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari.





2.4 Pemanfaatan
Selain sebagai bahan pangan dan bahan baku pakan, saat ini jagung juga dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Lebih dari itu, saripati jagung dapat diubah menjadi polimer sebagai bahan campuran pengganti fungsi utama plastik. Salah satu perusahaan di Jepang telah mencampur polimer jagung dan plastik menjadi bahan baku casing komputer yang siap dipasarkan. Produksi jagung dan perdagangan dunia
Provinsi penghasil jagung di Indonesia : Jawa Timur : 5 jt ton; Jawa Tengah : 3,3 jt ton; Lampung : 2 jt ton; Sulawesi Selatan: 1,3 jt ton; Sumatera Utara : 1,2 jt ton; Jawa Barat : 700 – 800 rb ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 jt ton per tahun
Produsen jagung terbesar saat ini adalah Amerika Serikat (38,85% dari total produksi dunia), diikuti China 20,97%; Brazil 6,45%; Mexico 3,16%; India 2,34%; Afrika Selatan 1,61%; Ukraina 1,44% dan Canada 1,34%. Sedangkan untuk negara-negara Uni Eropa sebanyak 7,92% dan negara-negara lainnya 14,34%. Total produksi jagung pada tahun 2008/2009 adalah sebesar 791,3 juta MT
Sumber: Wikipedia.













BAB 3.  PEMBAHASAN


3.1 Budidaya Tanaman Jagung
Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi yang akhir-akhir ini semakin meningkat pula, jagung biasanya digunakan sebagai pakan dan bahan industri. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan produksi benih jagung nasional dan tampaknya telah membawa hasil yang nyata.
Budidaya Jagung Hibrida dan bersari bebas memiliki beberapa tahap antara lain sebagai berikut:

3.1.1 Iklim
Faktor-faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan, temperatur, kelembaban dan angin. Tempat penanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindung oleh pohon-Pohonan atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari, hasilnya akan berkurang. Temperatur optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 23 – 27 C.

3.1.2 Kondisi Lahan
Jagung di Indonesia kebanyakan ditanam di dataran rendah  baik di tanah tegalan, sawah tadah hujan dan beriirigasi serta sebagian kecil di tanam di dataran tinggi. Tanaman jagung umumnya ditanam pada akhir musim hujan (oktober-nopember) dan menjelang musim kemarau.
Tanah yang baik untuk jagung adalah gembur dan subur, karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengelolaan yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhan. Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat di tanami jagung dengan hasil yang baik bila pengolahan tanah di kerjakan secara optimal, sehingga aerase dan ketersediaan air dalam tanah berada dalam kondisi baik.
Kemasaman tanah biasanya erat sekali hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Kemasaman tanah (pH) yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung berkisar antara 5,6 – 7,5 (Aldrich, dkk. 1975)

3.1.3 Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan tempat tumbuh bagi tanaman jagung sehingga perakaran tanaman dapat berkembang dengan baik. Dengan demikian absorbsi hara oleh tanaman berada dalam kondisi optimal. Pengolahan tanah diusahakan agar kondisi air tanah dapat terpelihara dengan baik.
Pada tanah-tanah bertekstur berat, pengolahan tanah sebaiknya dilakukan secara intensif untuk mendapatkan drainase dan aerasi tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman jagung. Untuk menghemat tenaga dan waktu serta memanfaatkan air tersedia dalam tanah, pengolahan tanah secara minimum dapat dilakukan terutama pada tanah bertekstur ringan. Pengolahan tanah secara minimum yaitu dengan merotor atau mencangkul tanah pada barisan yang akan ditanami selebar 40 cm, pda tanah bertekstur ringan tidak memberikan perbedaan hasil yang berarti bila dibandingkan dengan pengolahan tanah secara sempurna/seluruh permukaan tanah.
Setelah pertanaman jagung tumbuh kira-kira 4-5 minggu lalu dilakukan pembumbunan. Pembumbunan, disamping untuk memperbaiki drainase dan aerasi tanah, juga dimaksudkan sekaligus untuk mengurangi gulma yang ada pertanaman jagung. Pembumbunan ini nyata dapat meningkatkan hasil biji jagung. Pembumbunan yang dilakukan pada pertanaman jagung semula tanahnya hanya diolah pada bagian yang akan ditanami saja dan pembumbumbunan juga dapat meningkatkan hasil produksi.
 




3.1.4 Pertumbuhan Tanaman Jagung
Kira-kira 4-6 hari jagung di tanam, tanaman akan muncul di atas permukaan tanah bila kondisi tanah cukup lembab. Laju pertumbuhan tinggi tanaman pada fase awal relatif lambat, tetapi tanaman akan tumbuh dengan cepat setelah tanaman berumur 4 minggu. Sistem perakaran jagung berkembang dengan cepat pada saat tanaman berdaun 5-7 helai. Selanjutnya setelah berumur 7 – 9 minggu, terjadi pembungaan lalu rambut tongkol muncul dan selanjutnya penyerbukan mulai langsung. Umumnya tongkol jagung tumbuh dari ruas 6 – 8 dibawah bunga jantan. Pada fase pembungaan ini biasanya akar cabang (brace root) tumbuh darii ruas bagian bawah dekat tanah. Akar cabang ini selain berguna untuk menunjang atau menompang tanaman agar tidak mudah rebah juga dapat mengabsorbsi hara tanaman (Aldrich, dkk. 1975).
Setelah penyerbukan berlangsung, biji mulai berbentuk dan perkembang. Pada fase pertumbuhan ini akumulasi bahan kering meningkat hingga menjelang panen dan peningkatan ini hanya untuk pengisian biji. Kemudian tongkol jagung dapat di panen bila kelobot terlihat berwarna kuning dan telah kering. Bila klobot dikupas terdapat biji jagung yang mengkilat dan jika ditusuk dengan kuku ibu jari tidak nampak bekasnya. Pada saat panen ini kadar air biji berkisar antara 30 – 35 %. Sebagai indikator lain untuk mengetahui masaknnya biji adalah adanya lapisan hitam yang terdapat pada ujung biji jagung yang melekat pada tongkol (janggel). Adanya lapisan hitam tersebut menunjukkan bahwa translokasi hasil fotosintesis kedalam biji jagung telah terhenti. Pengamatan lapisan hitam ini agak sulit ditemui di lapang. Akumulasi bahan kering selama pertumbuhan tanaman jagung (hanway, 1966).

3.1.5 Kebutuhan Hara N, P dan K pada Produksi Benih Jagung
Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik yang memberikan hasil tinggi, unsur-unsur hara yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman harus dalam keadaan cukup. Unsur-unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah N, P dan K

3.1.5.1 Nitrogen
Absorbsi N oleh tanaman jagung berlangsung selama pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhan, akumulasi N dalam tanaman relatif lambat dan setelah tanaman umur 4 minggu akumulasi N sangat cepat. Pada saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi N sebanyak 50 % dari seluruh kebutuhannya. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang baik, unsur hara N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan tersebut. Tanaman jagung yang kekurangan unsur N akan memperlihatkan pertumbuhan yang kerdil dan daun tanaman berwarna hijau kekuning-kuningan yang berbentuk huruf V darii ujung daun menuju tulang daun dan dimulai dari daun bagian bawah terlebih dahulu. Selain itu, tongkol jagung terbentuk menjadi kecil dan kandungan protein dalam biji rendah.

3.1.5.2 Fosfor (P)
Tanaman jagung mengabsorbsi P dalam jumlah relatif sedikit dari pada absorbsi hara N dan K. Pola akumulasi P tanaman jagung hampir sama dengan akumulasi hara N. Pada fase awal, pertumbuhan akumulasi P relatif lebih lambat, namun setelah umur 4 minggu meningkat dengan cepat.
Pada saat keluar bunga jantan, akumulasi P pada tanaman jagung mencapai 35 % dari seluruh kebutuhannya. Selanjutnya akumulasi meningkat hingga menjelang tanaman dapat di panen.
Gejala kekuranagan P biasanya tampak pada fase awal pertumbuhan tanaman yang kekuranagn P, daunnya berwarna keunguan. Kekurangan P juga menyebabkan perakaran tanaman menjadi dangkal dan sempit penyebarannya serta batang menjadi lemah. Selain itu, pembentukan tongkol jagung menjadi tidak sempurna dengan ukuran kecil dan barisan biji tidak beraturan dengan biji yang kurang berisi (Berger, 1977).




3.1.5.3 Kalium (K)
Kalium dibutuhkan tanaman jagung dalam jumlah paling banyak dibandingkan dengan har N dan P pada fase pembungaan, akumulasi hara K telah mencapai 60 – 75 % dari seluruh kebutuhannya.
Kekuranagan hara K  pada tanaman jagung sering terlihat gejalanya pada fase sebelum pembungaan. Tanaman jagung yang kekuranagan K memperlihatkan pinggiran dan ujung daun menjadi berwarna kuning hingga menjadi kering. Gejala kekurangan K ini pertama terlihat pada daun bagianbawah. Dalam keadaan yang lebih parah, daun tersebut akan kering dan mati. Apabila batang tanaman disayat, akan terlihat warna kecoklatan yang terdapat pada ruas (bukunya). Kekuranagan K juga berpengaruh terhadap pembentukan tongkol. Ujung tongkol bagian atas tidak penuh berisi oleh biji serta biji jagung tidak melekat secara kuat pada tongkolnya (Aldrich, dkk. 1975).

3.1.6 Pemupukan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas jagung berumur dalam, lebih tanggap terhadap pemupukan. Dengan demikian untuk mendapatkan hasil jagung yang baik bagi varietas berumur dalam diperlukan pupuk yang relatif lebih banyak. Waktu pemberian pupuk dan takaran yang tepat akan memberikan hasil yang tinggi.
3.1.6.1 Waktu Pemberian Pupuk
Pemberian pupuk yang tepat selama pertumbuhan tanaman jagung dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Sifat pupuk N umumnya mudah larut di dalam air sehingga mudah hilang baik melalui pencucian maupun penguapan. Untuk mengurangi kehilangan N, pemberian pupuk N sebaiknya diberikan secara bertahap. Dikarenakan jikalau pupuk N di berikan secara langsung contoh urea, maka akan menyebabkan pengurangan dalam produksi.dikarenakan pupuk N mudah tercuci dan bersifat mudah menguap higrokopis.
Cara pemberian  pemupukan N yang baik adalah dengan jalan meletakkan pupuk di permukaan tanah dan segera dibumbun atau di tugal di samping tanaman dan di tutup kembali dengan tanah
3.1.6.2 Dosis Pemupukan
Takaran per hektar pupuk kandang 2 ton, urea 300 kg, SP36 150 kg, KCl 75 kg. Pupuk urea diberikan 2 kali, masing-masing 1/2 bagian pada saat tanaman berumur 18 hari dan 35 hari. Sedangkan pupuk kandang, SP36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam.

3.1.7   Roguing
Roguing dilakukan dengan cara membuang tanaman yang diragukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyerbukan tanaman tetua betina oleh tanaman yang tidak dikehendaki, damn pembentukan benih bukan dari tanaman tetua yang diinginkan
Roguing      I  dilaksanakan    pada   umur    2  minggu     dengan    membuang      tanaman     yang menyimpang       dari yang dikehendaki, demikian pula tanaman kultur. Untuk   mempertahankan   kualitas   genetis,   dilakukan   roguing   terhadap   tanaman   dari bunga   yang   menyimpang   dari   yang   seharusnya   dengan   cara   memotong           bunga   betina   dan jantan    serta   pemotomgan   dan   pencabutan   tanaman   yang   menyimpang   ataupun   tanaman yang kurang sehat/sempurna. Pelaksanaan roguing mengundang ketua dan anggota kelompok tani   setempat   serta   kelompok   tani   di   sekitarnya.   Kemudian   diadakan   diskusi   di   lapangan antara pemulia tanaman dan beberapa anggota kelompok tani. Dengan demikian diharapkan kelompok tani dapat memahami dan mandiri dalam penangkaran benih.

3.1.8 Panen dan Pasca Panen
    Ciri tanaman jagung sudah waktunya dipanen adalah kelobotnya sudah berwarna putih kecoklatan dan tidak meninggalkan bekas apabila bijnya ditekan menggunakan kuku.




3.1.8.1  Hubungan prapanen dengan mutu benih
Lingkungan tumbuh untuk produksi benih hendaknya mendapatkan perhatian serius. Mutu fisiologis merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan dimana benih dihasilkan. Kekurangan hara mineral dan adanya zat-zat beracun pada lahan dapat menghambat pencapaian mutu fisiologi yang tinggi.
Percobaan pain(1981). Pada benih jagung menunjukkan bahwa vigor benih jagung meningkat sejalan dengan meningkatnya takaran N (nitrogen yang digunakan, pemupukan N dalam percobaan itu meningkatkan kandungan protein kasar dalam biji sehingga berat jenis benih manigkat. Peningkatan berat jenis benih tersebut juga menaikkan mutu benih yang diukur berdasarkan daya berkecambah dan kekuatan timbuhnya. Benih dari sumber yang sama apabila ditanam pada lahan dengan kesuburan yang berbeda akan menghasilkan mutu fisiologis yang berbeda, oleh karena itu analisis tanah perlu dilakukan sebelum produksi benih, komposisi kimia dan fisik suatu lahan secara fisiologis turut menentkan mutu awal benih.
Percobaan saenong (1982), menunjukkan bahwa tanaman induk yang vigor menghasilkan benih dengan mutu yang lebih tinggi dibanding dengan tanaman induk yang kurang vigor, pada saat benih baru dipanen, perbedaan itu belum nampak, tetapi setelah di simpan selama 9 bulan dalam kondisi terbuka (suhu kamar, 28o – 32o C, dan kelembaban nisbi 80 – 96 %), perbedaaan daya kecambah benih mulai kelihatan. Dilain pihak, bila kondisi simpannya menguntungkan, perbedaan vigor tersebut tidak tampak walaupun benih telah disimpan selama 9 bulan

3.1.8.2 Saat panen yang tepat
Untuk memperoleh mutu fisiologi yang tinggi, panen sebaiknya dilakukan teapat waktu, yaitu pada saat benih mencapai masak fisiologis. Mengingat bahwa pada saat mencapai tingkat masak fisiologis kadar air benih jagung masih cukup tinggi (35-40%), panen dapat ditunda    sampai benih mencapai masak panen asalkan keadaan lapang cukup menguntungkan (tidak ada hujan). Penundaan waktu panen itu dimaksudkan untuk menurunkan kadar air benih sehingga biaya pengeringan dan kerusakan mekanis yang terjadi saat panen dapat ditekan. Pemanenan yang terlalu dini atau terlalu masak akan menurunkan mutu fisiologi benih yang dihasilkan. Musim tanampun dapat mempengaruhi mutu benih, terutama apabila hujan terjadi pada saat periode pemasakan.
Mutu fisiologi tertinggi dicapai pada saat benih mencapai masak fisiologis. Pada benih jagung, tingkat masak telah dilaporkan berpengaruh terhadap daya berkecambah dan vigor benih.

3.1.8.2  Cara Panen
Peralatan panen juga mempengaruhi mutu beni yang dihasilkan. Cara perontokan pun menentukan vigor awalnya. Jagung di indonesia pada umumnya dipanen secara manual sehingga pengaruhnya terhadap mutu benih tidak perlu dirisaukan. Tetapi pada pengusaha benih yang menggunakan mesin pemanen (combine) perlu diperhitungkan kadar air yang tepat agar kerusakan mekanis dapat diperkecil seminimal mungkin.

3.1.8.3  Aerasi dan cara pengeringan
Setelah panen dan perontokan hasil, aerasi dan pengeringan harus segera dilakukan. Aerasi dapat menurunkan panas benih, baik dari lapang atau dari hasil respirasi. Aerasi juga dapat menurunkan kadar air benih. Kadar air benih yang tinggi dalam benih mendorong respirasi dan menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme (terutama cendawan) yang mendorong kerusakan benih. Selang waktu antara panen dan pengeringan sangat berpengaruh terhadap mutu benih, terutama daya simpannya. Sebelum benih dikeringkan, biasanya petani membiarkan dulu beberapa waktu yang dikenal dengan istilah penyimpanan sementara (bulk storage), apalagi  kalau pengeringan hanya mengandalkan sinar matahari. Semakin tinggi kadar air benih saat panen, semakin singkat selang waktu penyimpanan sementara yang dapat ditoleransikan, demikian pula, semakin tinggi suhu ruang simpan sementara, semakin singkat selang waktu yang dapat ditoleransikan.
Dalam pengeringan benih, faktor suhu sangat perlu diperhatikan. Menurut welch dan Selouche (1967),  suhu perlu disesuaikan dengan kadar air  benih yang sedang dikeringkan sebagai berikut:
Apabila kadar air benih di atas 18 %, maka suhu maksimum adalah 32oC. Setelah kadar air turun menjadi 10-18 %, suhu baru dapat dinaikkan hingga 43oC. Dengan demikian. Mengatur suhu alat pengering harus berfungsi dengan baik.  Apabila benih dengan kadar air yang lebih tinggi langsung dikeringkan dengan suhu sekitar 40oC, enzimnya akan terkoagulasi (menggumpal), menghasilkan viabilitas benih. Pengeringan benih yang disertai dengan aerasi, lebih baik dar pada yang tanpa aerasi.
Ketebalan hamparan benih di dalam alat pengering tipe bin dryer perlu disesuaikan dengan kadar air awalnya. Semakin tinggi kadar air awal benih jagung, semakin tipis ketebalan benih yang perlu diahmparkan dan semakin banyak udara panas yang dialirkan.

3.1.8.4  Pengolahan, pemilihan, dan pengemasan
Pengolahan benih jagung mencakup pemipilan, pembersihan dari kotoran-kotoran fisik, pemilahan berdasarkan ukuran besar benih (size grading), pemilahan berdasarkan berdasarkan berat (density drading), perlakuan dengan bahan kimia tertentu sebelum pengemasan (misalnya pemberian ridomil pada benih) serta cara, jenis dan ukuran kemasan, perlu mendapat perhatian.
Kadar benih jagung yang akan dipipil dengan alat mekanik hedaknya diperhatikan. Kadar air yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mengakibatkan kerusakan mekanis pada kulit biji, sehingga benih kurang tahan simpan. Kerusakan mekanis biasanya lebih kecil apabila benih dipipil pada kadar air 14 – 18 %.
Benih jagung juga dapat rusak apabila diterjunkan terlalu tinggi pada saat dimasukkan kedalam wadah pengeringan, pengolahan atau wadah penyimpanan. Pada industri benih, pengisian benih kedalam alat pengering (driyer), alat pengolahan (air screen cleaner), atau ketempat penyimpanan (bin storer) biasanay dilakukan dengan evelator. Alat ini dapat berupa evelator vertikal (conveyer) dan elevator horizontal.
Bunch dalam moore (1972), meneliti pengaruh kadar air benih terhadap kerusakan benih yang diolah dengan conveyer. Ternyata kerusakan mekanis berkurang apabila kadar air awal benih pada saat operasional tersebut 14-18%. Apabila kadar air benih lebih kecil atau lebih besar dari pada itu kerusakan yang terjadi akan besar. Kerusakan mekanis tampak pada akar primer kecambah.
Kalau benih akan ditaman segera setelah pengolahan, maka hal tersebut tidak perlu dipersoalkan; benih jagung memiliki akar lateral cukup banyak, dan tanpa akar primer pun benih jagung masih dapat dikatakan sebagai kecambah normal. Kalau benih tidak segera ditanam, tetapi disimpan terlebih dahulu, maka kerusakan mekanis mempercepat kemunduran benih: mikroorganisme dan hama gudang lebih mudah menyerang, serta oksigen lebih mudah masuk kedalam biji dan menyebabkan teroksidasinya senyawa-senyawa esensial yang terdapat di lapisan aleuron benih.
Kerusakan mekanis yang telah banyak dilaporkan berpengaruh terhadap vigor benih.
Pemilihan benih berdasarkan ukuran dilakuka segera setelah benih kering. Pemilihan saringan (screen) yang tepat diperlukan karena setiap varietas memiliki ciri ukuran butiran tersendiri. Benih yang terletak diujung atau di pangkal tongkol, biasanya lebih kecil daripada yang terletak di bagian tengah tongkol. Pemilihan ukuran tersebut di lakukan dengan air screen cleaner.
Pemilihan ukuran dapat diikuti oleh pemilihan bobot (density grading) agar benih yang diperoleh benar-benar merata, baik dalam ukuran maupun bbobotnya sehingga diperoleh pertanaman yang seragam.  Pemilahan bobot dilakukan dengan Gravity tabel atau gravity separator
Telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ukuran dan bobot benih berpengaruh terhadap vigor benih beberapa tanaman pangan (baskin, 1970). Namun demikian hasil penelitian Saenong (1982) di muara, bogor, menunjukkan bahwa benih yang berasal dari bagian yang berbeda (ujung, tengah, pangkal) dari tongkol, tidak memberikan hasil yang berbeda sekalipun ada perbedaan pada tinggi tanaman. Benih jagung yang berasal dari bagian pangkal dan ujung tongkol menghasilkan tanaman yang lebih tinggi. Tetapi dengan lingkar batang yang lebih kecil, dari pada beni yang berasal dari bagian tengah tongkol. Benih yang berasal dari bagian tengah tongkol tumbuh tebih kekar.
Perlakuan bahan kimia juga diperlukan oleh benih yang akan ditanam di daerah-daerah yang sering terancam penyakit bulai. Dalam perlakuan benih (seed treatment) keterampilan diperlukan agar konsentrasi bahan kimia tidak meningkatkan kadar air benih yang akan disimpan

3.2    Macam-macam Gulma Pada Tanaman Jagung
Sarana tumbuh adalah semua faktor yang menentukan atau mendukung pertumbuhan, meliputi unsur hara, air, sinar matahari, ruang hidup, dan faktor lainnya. Dalam suatu lahan, biasanya terdapat persaingan dalam memperoleh sarana tumbuh tersebut antara tanaman pokok dengan gulma.
Persaingan (competition) diartikan sebagai perjuangan dua organism atau lebih untuk memperebutkan obyek yang sama, baik gulma maupun tanaman mempunyai keperluan dasar yang sama untuk pertumbuhan dan perkembangan normal yaitu unsure hara, air, cahaya, bahan ruang tumbuh, dan CO2 (Yernelis Sukman dan Yakup, 1995).
Jagung yang ditanam secara monokultur dan dengan masukan rendah tidak memberikan hasil akibat persaingan intensif dengan gulma (Clay and Aquilar, 1998).Pada stadia lanjut pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte, 1994).
Di banyak daerah pertanaman jagung, air merupakan faktor pembatas. Kekeringan yang terjadi pada stadia awal pertumbuhan vegetatif dapat mengakibatkan kematian tanaman. Kehadiran gulma pada stadia ini memperburuk kondisi cekaman air selama periode kritis, dua minggu sebelum dan sesudah pembungaan. Pada saat itu tanaman rentan terhadap persaingan dengan gulma (Violic, 2000).
Beberapa jenis gulma tumbuh lebih cepat dan lebih tinggi selama stadia pertumbuhan awal jagung, sehingga tanaman jagung kekurangan cahaya untuk fotosintesis. Gulma yang melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil. Di banyak daerah pertanaman jagung, air merupakan faktor pembatas. Kekeringan yang terjadi pada stadia awal pertumbuhan vegetatif dapat mengakibatkan kematian tanaman. Kehadiran gulma pada stadia ini memperburuk kondisi cekaman air selama periode kritis, dua minggu sebelum dan sesudah pembungaan. Pada saat itu tanaman rentan terhadap persaingan dengan gulma.
Berikut beberapa gulma penting pada tanaman jagung :
3.2.1    Golongan rumput :
Gulma golongan rumput termasuk dalam familia Gramineae/Poaceae. Deangan cirri, batang bulat atau agak pipih, kebanyakan berongga.Daun-daun soliter pada buku-buku, tersusun dalam dua deret, umumnya bertulang daun sejajar, terdiri atas dua bagian yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun biasanya berbentuk garis (linier), tepi daun rata. Lidah-lidah daun sering kelihatan jelas pada batas antara pelepah daun dan helaian daun, contohnya:
a)      Digitaria sanguinalis (rumput belalang)
b)     Cynodon dactylon(rumput kakawatan/suket grinting)
c)      Echinochloa colona (jajagoan leutik)
d)     Eleusine indica (kelangan)
e)      Imperata cylindrica (alang-alang)
3.2.2   Golongan Teki:
Gulma golongan teki termasuk dalam familia Cyperaceae.Batang umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga.Daun tersusun dalam tiga deretan, tidak memiliki lidah-lidah daun (ligula).Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku. Bunga sering dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun pelindung. Buahnya tidak membuka, contohnya:
a)      Cyperus rotundus (teki)
b)     Cyperus byllinga (teki)
Golongan berdaun lebar: Gulma berdaun lebar umumnya termasuk Dicotyledoneae dan Pteridophyta. Daun lebar dengan tulang daun berbentuk jala, contohnya:
a)      Amaranthus spinosus (bayam duri)
b)     Ageratum conyzoides (babandotan)
c)      Spomoea sp
d)     Alternanthera phyloxiroides (kremah)
e)      Synedrella madiflor`
f)       Portulaca oleracea (krokot)
g)      Physalis longifolia (ciplukan)
h)     Galinsoga ciliata
3.2.3 Kerugian Yang di Timbul Oleh Gulma
Kerugian utama yang ditimbulkan oleh gulma antara lain menurunkan kuantitas hasil, mengurangi kualitas hasil, mempersulit pengolahan tanah dan mengganggu kelancaran pengairan. Periode kritis persaingan tanaman dan gulma terjadi sejak tanam sampai seperempat atau sepertiga dari daur hidup tanaman tersebut. Persaingan gulma pada waktu itu menyebabkan turunnya hasil secara nyata. Gulma pada jagung dapat menurunkan hasil hingga 20-60%.
Persaingan Tanaman dengan Gulma Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma bergantung pada empat faktor, yaitu stadia pertumbuhan tanaman, kepadatan gulma, tingkat cekaman air dan hara, serta spesies gulma. Jika dibiarkan, gulma berdaun lebar dan rumputan dapat secara nyata menekan pertumbuhan dan perkembangan jagung.Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung di mana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya meng- ganggu tanaman jagung jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte 1994).
Beberapa jenis gulma tumbuh lebih cepat dan lebih tinggi selama stadia pertumbuhan awal jagung, sehingga tanaman jagung kekurangan cahaya untuk fotosintesis. Gulma yang melilit dan memanjat tanaman jagung dapat menaungi dan menghalangi cahaya pada permukaan daun, sehingga proses fotosintesis terhambat yang pada akhirnya menurunkan hasil. Di banyak daerah pertanaman jagung, air merupakan faktor pembatas. Kekeringan yang terjadi pada stadia awal pertumbuhan vegetatif dapat mengakibatkan kematian tanaman. Kehadiran gulma pada stadia ini memperburuk kondisi cekaman air selama periode kritis, dua minggu sebelum dan sesudah pembungaan. Pada saat itu tanaman rentan terhadap
persaingan dengan gulma (Violic 2000). Kemampuan tanaman bersaing dengan gulma tergantung pada spesies gulma, kepadatan gulma, saat dan lama persaingan, cara budidaya dan varietas yang ditanam, serta tingkat kesuburan tanah. Perbedaan spesies, akan menentukan kemampuan bersaing karena perbedaan system fotosintesis, kondisi perakaran dan keadaan morfologinya. Gulma yang muncul atau berkecambah lebih dulu atau bersamaan dengan tanaman yang dikelola, berakibat besar terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman. Persaingan gulma pada awall pertumbuhan akan mengurangi kuantitas hasil, sedangkan persaingan dan gangguan gulma menjelang panen berpengaruh besar terhadap kualitas hasil.
Persaingannya berupa :

3.2.3.1  Persaingan dalam memperoleh air
Air di serap dari dalam tanah kemudian sebagian besar diuapkan (transpirasi), hanya sekitar 1% saja yang dipakai untuk proses fotosintesis. Untuk setiap kilogram bahan organik, gulma membutuhkan 330-1900 liter air. Kebutuhan yang besar tersebut hampir dua kali kebutuhan tanaman.




3.2.3.2 Persaingan dalam memperoleh unsur hara
Gulma menyerap lebih banyak unsur hara dari pada tanaman. Pada bobot kering yang sama gulma mengandung kadar nitrogen dua kali lebih banyak dari jagung.

3.2.3.3 Persaingan dalam memperoleh cahaya
Dalam keaadaan air dan hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman, maka faktor pembatas berikutnya adalah cahaya matahari. Bila musim hujan, maka berbagai tanaman akan berebut untuk memperoleh cahaya matahari.

3.2.3.4 Pengeluaran senyawa beracun.
Tumbuhan juga dapat bersaing antara sesamanya dengan cara interaksi biokimia, yaitu salah satunya dengan mengeluarkan senyawa beracun, yang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman lain. Interaksi biokimia antara gulma dan tanaman ini dapat menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal. Persaingan yang timbul akibat hal ini adalah dikeluarkannya zat racun dari suatu tumbuhan yang disebut allelopathy.

3.2.4 Pengendalian Gulma
Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil jagung yang tinggi. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai aturan dan karantina; secara biologi dengan menggunakan organisme hidup; secara fisik dengan membakar dan menggenangi, melalui budidaya dengan pergiliran tanaman, peningkatan daya saing dan penggunaan mulsa; secara mekanis dengan mencabut, membabat, menginjak, menyiang dengan tangan, dan mengolah tanah dengan alat mekanis bermesin dan nonmesin, secara kimiawi menggunakan herbisida. Gulma pada pertanaman jagung umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan sehingga perlu dibatasi melalui pemaduan dengan cara pengendalian lainnya.

3.3    Hama dan Penyakit Tanaman Jagung
Hama dan penyakit merupakan kendala utama dalam produksi jagung. Kerusakan akibat hama penyakit pada jagung pernah dilaporkan mencapai 26,5% (Sudjono dalam Subandi et al. 1988). Untuk mengatasi kehilangan tersebut perlu adanya usaha untuk menekan perkembangan hama penyakit tersebut. Sekitar 70 jenis serangga hama (Ortega, 1987) dan 100 macam  penyakit (Shurtleff, 1980) telah dilaporkan menyerang tanaman jagung, namun hanya beberapa yang secara ekonomi sering menimbulkan kerusakan berat (Anonymous, 1995; Shurtleff, 1980; Sumartini dan Hardaningsih, 1995). Beberapa jenis hama yang dilaporkan sering menimbulkan kerusakan ekonomis yaitu lalat bibit (Atherigona sp.), ulat grayak (Spodoptera sp.), kumbang landak (Dactylispa sp.), kutu daun/aphis (Rhopalosiphum maydis), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), dan kumbang bubuk (Sitophilus sp.) (Anonymous, 1995). Sedangkan jenis penyakit utama yang sering menimbulkan kerusakan pada jagung yaitu penyakit bulai (Peronosclerospora sp.), penyakit karat (Puccinia sp.), bercak/hawar daun (Drechslera/Helminthosporium sp.), hawar upih (Rhizoctonia sp.), busuk tongkol/batang (Fusarium sp., Diplodia sp.), busuk biji (Aspergillus spp., Fusarium sp., dll.), dan virus mosaik (virus mosaik tebu, virus kerdil jagung) (Shurtleff, 1980). Untuk dapat mengendalikan hama penyakit jagung tersebut perlu adanya komponen- komponen pengendalian yang efektif terhadap masing-masing hama penyakit. Komponen-komponen pengendalian yang banyak direkomendasikan dalam pengendalian hama penyakit jagung pada garis besarnya meliputi : varietas tahan, cara kultur praktis, musuh alami, dan pestisida. Penggunaan pestisida yang telah berkembang pesat ternyata banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti timbulnya spesies hama resisten, binasanya mahluk-mahluk berguna bukan sasaran, terjadinya pencemaran lingkungan, dan keracunan pada manusia (Oka, 1995). Mengingat banyaknya faktor luar yang mempengaruhi perkembangan hama maupun patogen serta tanaman jagung itu sendiri, perlu perakitan komponen-komponen pengendalian tersebut dalam suatu kegiatan yang dikenal sebagai pengendalian hama penyakit terpadu (PHT).
Dalam pengendalian terpadu harus selalu memperhatikan etika lingkungan yang ekosentrik, sehingga penggunaan pestisida berbahaya secara bijaksana diusahakan sebagai alternatif terakhir, apabila tidak ada cara lain yang bisa diterapkan (Oka, 1995; Flint dan Bosch, 1990).

3.3.1 Hama
3.3.1.1 Penggerek Batang
Penggerek batang, Ostrinia furnacalis Guenee, merupakan salah satu hama utama pada tanaman jagung sehingga keberadaannya perlu diwaspadai. Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20−80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi larva O. furnacalis serta umur tanaman saat terserang. Telur O. Furnacalis diletakkan secara berkelompok pada bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Periode telur berlangsung 3−4 hari. Larva terdiri atas lima instar, setiap instar lamanya 3−7 hari. Stadium pupa berlangsung 7−9 hari. Lama hidup ngengat adalah 2−7 hari sehingga siklus hidup dari telur hingga ngengat adalah 27−46 hari dengan rata-rata 37,50 hari.
Ciri-ciri hama penggerek batang:
  1. Ngengat aktif malam hari, dan menghasilkan beberapa generasi pertahun, umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari.
  2. Telur diletakkan berwarna putih, berkelompok, satu kelompok telur beragam antara 30-50 butir, seekor ngengat betina mampu meletakkan telur 602-817 butir, umur telur 3-4 hari. Ngengat betina lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi dan telur di letakkan pada permukaan bagian bawah daun utamanya pada daun ke 5-9.\
  3. Larva yang baru menetas berwarna putih kekuning-kuningan, makan berpindah pindah, larva muda makan pada bagian alur bunga jantan, setelah instar lanjut menggerek batang, umur larva 17-30 hari.
  4. Pupa biasanya terbentuk di dalam batang, berwarna coklat kemerah merahan, umur pupa 6-9 hari.

Serangan :
  1. Hama menyerang tanaman menjelang berbunga dengan menggerek dalam batang, tanda terjadi serangan yaitu adanya serbuk berwarna putih berserakan di sekitar permukaan daun dan bunga jantan patah.
  2. Kerusakan yang ditimbulkan pada setiap bagian tanaman jagung yaitu lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, dan tumpukan tassel yang rusak.
Pengendalian:
  1. Dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid tricogramma spp. Parastoid
  2. Pengendalian dengan menggunakan insektisida berbahan aktif monokrotofos, triazofos, dan karbofuran efektif untuk menekan serangan penggerek batang jagung
  3. Penanaman dengan teknik tumpangsari dengan tanaman leguminoseae
Berikut gambar dari hama penggerek batang
penggerek batang jagung

3.3.1.2 Penggerek Tongkol Jagung
Ciri-ciri hama :
  1. Telur diletakkan pada rambut jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah diletakkan.
  2. Larva terdiri dari lima sampai tujuh instar. Khususnya pada jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24 - 27,2°C adalah 12,8 - 21,3 hari. Larva memiliki sifat kanibalisme. Spesies ini mengalami masa pra pupa selama satu sampai empat hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam tanah dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah.
  3. Pupa umumnya terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai 17,5 cm. Terkadang pula serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan limbah tanaman atau pada kotoran serangga ini yang terdapat pada tanaman. Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada suhu 35°C dan sampai 30 hari pada suhu 15°C.
Serangan :
  1. Imago betina akan meletakkan telur pada rambut jagung dan sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk kedalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan.
  2. Serangan serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung
Pengendalian :
Hayati :
Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup efektif  untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Parasit, Trichogramma spp yang merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit pada larva muda. Cendwan,  Metarhizium   anisopliae.menginfeksi   larva.  Bakteri,              Bacillus   thuringensis dan   Virus    Helicoverpa     armigera   Nuclear    Polyhedrosis    Virus   (HaNPV).      menginfeksi larva.
Kultur Teknis :
Pengelolaan tanah yang baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat mengurangi populasi H. armigera  berikutnya.
Kimiawi :
Untuk mengendalikan larva H. armigera  pada jagung, penyemprotan insektisida                     Decis dilakukan   setelah   terbentuknya   rambut   jagung   pada   tongkol   dan   diteruskan   (1-2)   hari hingga rambut jagung berwarna coklat.

Berikut gambar penggerek tongkol:
penggerek tongkol jagung

3.3.1.3 Ulat Grayak
Ciri-ciri hama :
  1. Ngengat dengan sayap bagian depan berwarna coklat atau keperak perakan, sayap belakang berwarna keputihan, aktif pada malam hari.
  2. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25 – 500 butir) tertutup bulu seperti beludru.
  3. Larva mempunyai warna yang bervariasi, yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok.  
  4. Siklus hidup berkisar antara 30 – 60 hari (lama stadium telur 2 – 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 – 46 hari, pupa 8 – 11 hari).
Serangan :
  1. Ulat menyerang tanaman pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab).
  2. Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja, sedang larva berada di permukaan bawah daun.
  3. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
  4. Serangan umumnya terjadi pada musim kemarau.
  5. Tanaman Inang Hama ini bersifat polifag, selain jagung juga menyerang tomat, kubis, dan tanaman lainnya.
Pengendalian :
  1. Kultur teknis
1.      Pembakaran tanaman
2.      Pengolahan tanah yang intensif.
  1. Pengendalian fisik / mekanis
1.      Mengumpulkan        larva  atau   pupa  dan    bagian   tanaman     yang   terserang   kemudian memusnahkannya
2.      Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu.
  1. Pengendalian hayati
1.      Pemanfaatan      musuh     alami   seperti  : patogen    Sl-NPV     (Spodoptera     litura    Nuclear Polyhedrosis      Virus),  cendawan       Cordisep,    Aspergillus     flavus,  Beauveria     bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thuringensis, nematoda Steinernema      sp., predator    Sycanus     sp., Andrallus     spinideus,  Selonepnis     geminada, parasitoid Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.
  1. Pengendalian kimiawi
1.      Beberapa      insektisida   yang   dianggap    cukup    efektif  adalah    monokrotofos,     diazinon, khlorpirifos,   triazofos,   dikhlorovos,   sianofenfos,  dan   karbaril
Berikut gambar dari Ulat grayak
ulat grayak

3.3.2 Penyakit
3.3.2.1 Bulai
Gejala. Gejala penyakit ini terjadi pada permukaan daun jagung berwarna putih sampai kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik dan ciri lainnya adalah pada pagi hari di sisi bawah daun jagung terdapat lapisan beledu putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium jamur. Penyakit bulai pada tanaman jagung menyebabkan gejala sistemik yang meluas keseluruh bagian tanaman dan menimbulkan gejala lokal (setempat). Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh sehingga semua daun yang dibentuk terinfeksi. Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai pada umur masih muda biasanya tidak membentuk buah, tetapi bila infeksinya pada tanaman yang lebih tua masih terbentuk buah dan umumnya pertumbuhannya kerdil.
Penyebab. Penyakit bulai di Indonesia disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora maydis dan Peronosclerospora philippinensis yang luas sebarannya, sedangkan Peronosclerospora sorghii hanya ditemukan di dataran tinggi Berastagi Sumatera Utara dan Batu Malang Jawa Timur.
Cara pengendalian. Menanam varietas tahan: Sukmaraga, Lagaligo, Srikandi, Lamuru dan Gumarang. Melakukan periode waktu bebas tanaman jagung minimal dua minggu sampai satu bulan. Melakukan penanaman jagung secara serempak. Melakukan eradikasi tanaman yang terinfeksi bulai. Serta Penggunaan fungisida metalaksil pada benih jagung (perlakuan benih) dengan dosis 0,7 g bahan aktif per kg benih.






3.3.2.2 Hawar daun
Gejala. Pada awal infeksi gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi nekrotik dan disebut hawar, warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar 2,5_15 Cm, bercak muncul awal pada daun yang terbawah kemudian berkembang menuju daun atas. Infeksi berat dapat mengakibatkan tanaman cepat mati atau mengering dan cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot. Cendawan ini dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau pada sisa sisa tanaman di lapang. Penyebab penyakit hawar daun adalah : Helminthosporium turcicum
Cara pengendalian. Menanam varietas tahan Bisma, Pioner2, pioner 14, Semar 2 dan 5. Eradikasi tanaman yang terinfeksi bercak daun. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan dithiocarbamate.

3.3.2.3  Karat
Gejala. Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah, uredinia menghasilkan uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan sebarannya melalui angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau. Penyebab penyakit karat adalah Puccinia polysora
Cara pengendalian. Menanam varietas tahan Lamuru, Sukmaraga, Palakka, Bima 1 dan Semar 10. Eradikasi tanaman yang terinfeksi karat daun dan gulma. Penggunaan fungisida dengan bahan aktif benomil.

3.4    Komponen Mutu, Standart, Dan Penentuan Mutu
Salah satu sasaran dalam program perbenihan di indonesia adalah penggunaan benih mutu, artinya mutu benih harus sesuai dengan standart mutu yang telah tercantm pada labelnya (Sihombing, 1987). Mutu benih ditentukan berdasarkan utu genetik, mutu fisik, dan mutu fisiologis.
Mutu genetik menyangkut kontaminasi benih tanaman atau varietas lain. Untuk meningkatkan mutu genetik diperlukan roguing di lapangan, mutu fisik dicerminkan tingkat kebersihan benih dari kotoran fisik yang dapat berupa tangkai-tangkai tanaman, pecahan benih yang ukurannya kurang dari setengah besaran benih, kerikil, dan lain-lain, sedangkan mutu fisiologi ditentukan oleh tingkat viabilitas, termasuk daya berkecambah dan vigor benih.
3.5    Sertifikasi Benih
Sertifikasi Benih adalah suatu proses pemberian sertifikasi atas cara perbanyakan, produksi dan penyaluran benih sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian untuk dapat diedarkan.
Sertifikasi Benih dimaksudkan sebagai pelayanan terhadap produsen/penangkar serta pedagang benih
Tujuan pada kegiatan sertifikasi ini antara lain adalah : untuk memelihara kemurnian dan mutu dari varietas unggul serta menyediakan secara kontinyu kepada petani.

3.5.1   Sasaran Sertifikasi Benih
a)      Mempertahankan kemurnian keturunan yang dimiliki oleh suatu varietas,
b)     Membantu para produsen benih dalam memproduksi benih dengan mutu yang baik;
c)      Membantu para petani dalam mendapatkan benih serta penyediaannya di pasaran.

3.5.2   Tugas dan Fungsi Sertifikasi
1)      Mengadakan pemeriksaan lapang;
2)      Mengadakan pengawasan panen dan pengolahan benih
3)      Mengadakan pemeriksaan alat panen dan alat pengolahan benih;
4)      Mengadakan Pengambilan contoh benih untuk diuji di laboratorium;
5)      Menetapkan lulus atau tidak lulus suatu benih dalam rangka sertifikasi;
6)      Mengadakan pengawasan pemasangan label dan segel sertifikasi;
7)      Mengadakan pengumpulan dan penilaian data pelaksanaan sertifikasi untuk penyempurnaan penerapan system sertifikasi benih;
8)      Melaksanakan pencatatan dan penyimpanan data yang berhubungan dengan kegiatan sertifikasi.

3.5.3   Landasan Hukum dan Pedoman dalam Sertifikasi Benih
1.      Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman;
2.      Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 22 Tahun 1971 tentang Pembinaan, Pengawasan Pemasaran dan Sertifikasi Benih;
3.      Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 460/Kpts/Org/XI/1971, jo Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 22 Tahun 1971;
4.      Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pertanian dan Tanaman Pangan Nomor SK.I.HK.050.84.68, tentang Prosedur Sertifkasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan SK No. I.HK.50.84.70, tentang Pedoman Khusus Sertifikasi Benih;
5.      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 803/Kpts/01.210/7/97, tentang Sertifikasi dan Pengawasan Mutu Benih Bina;
6.      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1017/Kpts/TP.120/12/98, tentang Izin Produksi Benih Bina, Izin Pemasukan Benih dan Pengeluaran Benih Bina;
7.      Surat Keputusan Dirjen  Tanaman Pangan dan Hortikultura Nomor : I.HK.050.98-57, tentang Pedoman tata Cara dan Ketentuan Umum Sertifikasi Benih Bina;
8.      Surat Keputusan Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Nomor : I.HK.050.98-58, tentang Pedoman Khusus Sertifikasi untuk Perbanyakan Benih Tanaman Buah secara Vegetatif;
9.      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 39/Permentan/OT.140/8/06, tentang Produksi Benih, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina;
10.  Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 28/Permentan/SR.120/3/07, tentang Produksi Benih, Kedelai;
11.  Diskripsi Jenis/Varietas yang diberikan oleh pemulia atau instansinya.

3.5.4   Syarat – syarat Sertifikasi Benih
Permohonan sertifikasi dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang bermaksud memproduksi benih bersertifikat, ditujukan kepada Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Permohonan sertifikasi hanya dapat dilakukan oleh penangkar benih yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

3.5.4.1  Syarat-syarat Sertifikasi Benih Jagung Bersari Bebas Tahun 1985
3.5.4.1.1 Isolasi
1.      Pertanaman jagung yang disertifikasi harus jelas terpisah dari pertanaman varietas lainnya dengan jarak paling sedikit 200 meter
2.      Isolasi Jarak tersebut dapat diperpendek jika penangkaran benih bertambah luas, dengan cara membuang tanaman pinggir yang berbatasan luas penangkaran, jarak isolasi serta jumlah baris tanaman pinggir yang dibuang dapat dilihat pada petunjuk pemeriksaan lapangan.
3.      apabila 2 varietas yang berbeda dan bloknya berdampingan, maka tanggal tanam diatur sedekimian rupa sehingga pada saat berbunga berbeda kurang lebih 1 bulan. Dengan demikian tidak terjadi persilangan.

3.5.4.1.2 Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Lapangan
Pemberitahuan pemeriksaan lapangan harus sampai di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih selambat-lambatnya satu minggu sebelum waktu pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh pengawas benih Balai Pengawasan Sertifikasi Benih dan Populasi tanam yang diperiksa adalah populasi tanam dalam satu contoh pemeriksaan adalah 1,000 tanaman, Pemeriksaan lapangan tiap areal contoh haruslah Memeriksa dengan teliti semua individu tanaman yang terdapat pada areal contoh dan Menghitung semua varietas lain dan tipe simpang. Faktor yang diperiksa adalah tipe pertumbuhan
Cara menghitung persentase campuran varietas lain dan tipe simpang:
1.        Menghitung jumlah campuran varietas lain dan tipe simpang dari hasil pemeriksaan seluruh areal contoh pemeriksaan
2.       
Jumlah campuran varietas lain dan tipe simpang
                    Jumlah contoh pemeriksaan

 
Kemudian dinyatakan dengan presentase dengan cara:


 



3.        Pertanaman dinyatakan memenuhi syarat untuk benih berlabel bilamana campuran varietas lain tidak lebih dari 1,0 %
4.        Apabila dalam pemeriksaan lapangan dipertanaman tidak dapat memenuhi standart lapangan penangkar diberi kesempatan untuk seleksi (roguing) kembali sebelum pemeriksaan lapangan ulangan.
5.        Hasil pertanaman yang tidak memenuhi standart lapangan tidak dapat dijadikan benih.




3.5.4.1.3 Pemeliharaan Tanaman Sebelum Pemeriksaan Lapangan
1.      Pada masa pertanaman berumur ± 20 hari harus dibersihkan dari rerumputan dan dilakukan seleksi (roguing) terhadap varietas lain, tipe simpang dan tanaman lain yang mungkin tumbuh dari pertanaman sebelumnya atau tumbuh dari luar tugalan.
2.      Pada umur 2-3 minggu setelah tanam diadakan penjarangan dengan memilih/mempertahankan tanaman yang sehat dan tegak sehingga diperoleh populasi yang diinginkan sesuai dengan jarak tanam yang digunakan.
3.      Pada waktu pertanaman mulai berbunga, harus pula dilakukan seleksi terhadap varietas lain dan tipe simpang (misal: tanaman yang bermalai steril, bermalai kompak, malai bertongkol, tanaman yang tidak bermalai, dan tongkol bermalai)
4.      Apabila pada pemeriksaan lapangan pertama atau kedua ternyata pertanaman tidak memenuhi standart kemurnian lapangan, maka seleksi (roguing) harus pula dilakukan setelah pemeriksaan-pemeriksaan tersebut selesai. Kesempatan mengulang ini hanya diberikan satu kali dan bila mana pada pemeriksaan lapangan ulangan tersebut tidak memenuhi standart, maka proses sertifikasinya tidak dilanjutkan
5.      Hal-hal yang diperhatikan pada waktu seleksi (roguing) adalah bentuk dan lebar daun, warna helai daun, warna batang, bentuk dan tipe bunga jantan dan berbentuk tongkol.
6.      Setelah klobot dilepas diadakan penyelesian tongkol yang tidak diharapkan dan biji yang tidak sewarna dibuang.

3.5.4.1.4 Pembersihan Peralatan atau Perlengkapan
Alat penanam atau penabur benih, gerobak, dan alat panen, silo dan lain-lain perlengkapannya yang digunakan dalam produksi benih harus bersih dan bebas dari kemungkinan campuran dengan varietas lain.


3.5.4.1.5 Pemeriksaan Alat Pengolahan
Benih jagung yang akan disertifikasi harus diolah dengan peralatan yang telah diperiksa dan disyahkan mengenai kebersihannya oleh balai pengawasan sertifikasi benih.
3.5.4.1.6 Contoh benih untuk pengujian
a.       Contoh beniih yang mewakili untuk diuji di laboratorium benih akan diambil dari setiap kelompok benih yang telah selesai diolah guna sertifikasi
b.      Contoh benih yang diambil dari bulk benih sebelum pengolahan hanya diijinkan untuk pengujjian daya tumbuh
c.       Pengawas benih akan mengambil contoh benih resmi atas permintaan produsen.

3.5.4.1.7 Pengambilan Contoh benih
a.       Kelompok Benih
a.       Tiap kelompok benih tidak boleh lebih dari 20 ton.
b.      Wadah dari suatu kelompok beih harus disusun dalam satu susunan sedemikian rupa sehingga jumlahnya dapat dihitung dengan tepat dan memudahkan pengambilan contoh benihnya.
b.      Pengambilan contoh benih
a.       Pengambilan contoh benih dilakukan sesuai dengan peraturan atau pedoman yang dikeluarkan oleh subdirektorat pengawas mutu dan sertifikas benih
b.      Dari tiap-tiap kelompok benih harus diambil paling sedikit 1000 gram

3.5.4.1.8 Label
Masa berlakunya label diberikan paling lama 6 bulan sejak tanggal selesai pengujian dan paling lama 8 bulan setelah tanggal panen. Selama masa berlakunya label harus diadakan pengujian ulang untuk pengecekan.


3.5.4.1.9 Standart
a. lapangan
Kelas Benih
varietas lain dan tipe simpang (max) %
Isolasi jarak (min) meter
 Benih Dasar
2
200
 benih pokok
2
200
 Benih Sebar label Biru
3
200
 Benih Sebar label hijau
3
200
 Sumber: Pedoman Sertifikasi Benih, 1985



b. Standart Pengujian laboratorium
Kelas Benih
Kadar Air Max (%)
Benih Murni Min (%)
Kotoran Benih Max (%)
Benih Varietas lain Max (%)
Benih Warna lain Max (%)
Daya Tumbuh Min (%)
 Benih Dasar
12
98
2
0
0,5
80
 benih pokok
12
98
2
0,1
0,5
80
 Benih Sebar label Biru
12
98
2
0,2
1
80
 Benih Sebar label hijau
12
97
3
0,5
1
70
Sumber: Pedoman Sertifikasi Benih, 1985

3.5.4.2  Syarat-syarat Sertifikasi Benih Jagung Hibrida Tahun 1985
3.5.4.2.1     Benih yang dihasilkan
  1. “Hibrida singel cross” adalah keturunan pertama dari hasil persilangan antara dua galur murni.
  2. “Hibrida double cross” adalah keturunan pertama dari hasil persilangan antara galur murni dengan “singel cross”
  3. “Hibrida three way cross” adalah keturunan pertama dari persilangan singel cross
  4. “Hibrida top cross” adalah keturunan pertama dari hasil persilangan antara galur murni atau singel cross dengan varietas bersari bebas
  5. “Hibrida varietal cross” adalah keturunan petama dari hasil persilangan antara dua varietas bersari bebas.


3.5.4.2.2.   Isolasi
  1. Pertanaman jagung yang disertifikasi harus jelas terpisah dari pertanaman varietas lainnya dengan jarak paling sedikit 200 meter
  2. Isolasi Jarak tersebut dapat diperpendek jika penangkaran benih bertambah luas, dengan cara membuang tanaman pinggir yang berbatasan luas penangkaran, jarak isolasi serta jumlah baris tanaman pinggir yang dibuang dapat dilihat pada petunjuk pemeriksaan lapangan.
  3. Apabila 2 varietas yang berbeda dan bloknya berdampingan, maka tanggal tanam diatur sedekimian rupa sehingga pada saat berbunga berbeda kurang lebih 1 bulan. Dengan demikian tidak terjadi persilangan.

3.5.4.2.3 Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh pengawas benih tanaman tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada produsen benih. Dikarenakan tanaman hibrida rentan akan kemurnian genetiknya.

3.5.4.2.4 Pemeliharaan Tanaman Sebelum Pemeriksaan Lapangan
a.       Waktu Tanam / tugal untuk tanaman induk jantan dan induk betina diatur sedemikian rupa sehingga saat berbunganya bersamaan.
b.      Pada masa pertanaman berumur berkisar 20 hari harus dibersihkan dari rerumputan dan dilakukan seleksi (roguing) terhadap terhadap varietas lain dan tipe simpang, serta tanaman lain yang mungkin tumbuh dari pertanaman sebelumnya atau tumbuh dari luar tugalan.
c.       Apabila pada pemeriksaan lapangan pertanama ternyata pertanaman tidak memenuhi standart kemurnian lapangan, maka seleksi (roguing) harus pula dilakukan setelah pemeriksaan tersebut selesai. Kesempatan mengulang ini hanya diberikan satu kali dan bila mana pada pemeriksaan lapangan ulangan tidak memenuhi standart, maka proses sertifikasi tidak dilanjutkan.
d.      Pada Umur 2 – 3 minggu setelah tanam diadakan penjarangan dengan memilih mempertahankan tanaman yang sehat sehingga diperoleh populasi yang diinginkan sesuai dengan jarak tanaman yang diinginkan sesuai dengan jarak tanam yang digunakan.
e.       Apabila petanaman induk betina mulai berbunga (bunga jantan mulai tersembul), maka harus diadakan pencabutan bunga jantan sersebut (dektaseling). Disamping itu pula dilakukan seleksi terhadap varietas lain dan tipe simpang.
f.       Hal-hal yang diperhatikan pada waktu seleksi (roguing) adalah bentuk dan lebar daun, warna helai daun, warna batang, bentuk dan tipe bunga jantan dan berbentuk tongkol.
g.      Setelah klobot dilepas diadakan penyelesian tongkol yang tidak diharapkan dan biji yang tidak sewarna dibuang.

3.5.4.2.5 Pembersihan dan perlengkapan
Alat penanam atau penabur benih, gerobak, dan alat panen, silo dan lain-lain perlengkapannya yang digunakan dalam produksi benih harus bersih dan bebas dari kemungkinan campuran dengan varietas lain

3.5.4.2.6 Pemeriksaan Alat Pengolahan
Benih jagung yang akan disertifikasi harus diolah dengan peralatan yang telah diperiksa dan disyahkan mengenai kebersihannya oleh balai pengawasan sertifikasi benih.

3.5.4.2.7        Contoh Benih Untuk Pengujian
a.       Contoh beniih yang mewakili untuk diuji di laboratorium benih akan diambil dari setiap kelompok benih yang telah selesai diolah guna sertifikasi
b.      Contoh benih yang diambil dari bulk benih sebelum pengolahan hanya diijinkan untuk pengujjian daya tumbuh
c.       Pengawas benih akan mengambil contoh benih resmi atas permintaan produsen
3.5.4.2.7 Pengambilan Contoh Benih Untuk Pengujian
a.       Kelompok Benih
a.       Tiap kelompok benih tidak boleh lebih dari 20 ton.
b.      Wadah dari suatu kelompok beih harus disusun dalam satu susunan sedemikian rupa sehingga jumlahnya dapat dihitung dengan tepat dan memudahkan pengambilan contoh benihnya.

b.      Pengambilan contoh benih
a.       Pengambilan contoh benih dilakukan sesuai dengan peraturan atau pedoman yang dikeluarkan oleh subdirektorat pengawas mutu dan sertifikas benihDari tiap-tiap kelompok benih harus diambil paling sedikit 1000 gram

3.5.4.2.8 Label
Warna Label untuk benih Jagung Hibrida komersil adalah biru, sedangkan jagung hibrida galur inbred dan jagung bersari bebas untuk materi induk warna label ungu.
Masa berlakunya label diberikan paling lama 6 bulan sejak tanggal selesai pengujian dan paling lama 8 bulan setelah tanggal panen. Selama mas berlakunya label harus diadakan pengujian ulang untuk pengecekan

3.5.4.2.9 Sandart
a. Lapangan
Keterangan
Hibrida Komersil
Hibrida Materi Induk
Galur Materi Induk
Bersari Bebas Materi Induk
1) Isolasi Jarak (min)
200 meter
200 meter
200 meter
200 meter
2) Jumlah varietas lain/tipe simpang (max):




pada Induk betina
3%
2%
-
-
pada induk jantan
-
2%
2%
2%
3) Jumlah bunga Jantan pada induk betina yang telah mengeluarkan tepungsari:




yang tertinggal pada sekali pemeriksaan (max)
1%
1%
-
-
yang tertinggal dalam tiga kali pemeriksaan (max)
2%
2%
-
-
Sumber: Pedoman sertifikasi Benih, 1985


b. Laboratorium
Keterangan
Hibrida Komersil

Hibrida Materi Induk

Galur Materi Induk

Bersari Bebas Materi Induk

Kadar air max
12,0
%
12,0
%
12,0
%
12,0
%
Benih Murni min
98,0
%
98,0
%
98,0
%
98,0
%
Kotoran benih max
2,0
%
0,0
%
2,0
%
2,0
%
Benih varietas lain max
0,2
%
0,0
%
0,0
%
0,0
%
Benih warna Lain max
1,0
%
1,0
%
1,0
%
1,0
%
Daya Tumbuh min
90
%
80
%
80,0
%
80,0
%
Sumber: Pedoman Sertifikasi Benih, 1985

3.5.4.3  Sertifikasi Benih Jagung Bersari Bebas dan Hibrida Tahun 2011
Telah diketahui pada sertifikasi tahun 1985 – 1990 sistem yang telah diberikan oleh Balai Sertifikasi Benih Tanaman Jagung Bersari Bebas dan Hibrida masih belum stabil dengan adanya pasokan benih impor (dalam pengujian benih bina masih memerlukan waktu), sebelutnya sistem sertifikasi benih tanaman jagung Bersari bebas dan Hibrida itu sama, akan tetapi adapun sedikit perbedaan yang signifikan dari beberapa tahap tersebut, yaitu pada pengujian daya tumbuh minimum, telah diketahui bahwasanya daya tumbuh minimum yang tertera pada pada pengujian laboratorium  untuk semua klas benih yaitu 80 %, sedangkan pada saat ini buku pedoman sertifikasi benih menunjukkan bahwasanya daya tumbuh masing-masing klas benih minimum adalah 85 %, selanjutnya perbedaannya adalah pada proses pelabelan, pada saat tahun 1985 benih sebar yang di datangkan dari luar negeri mempunyai label berwarna hijau, akan tetapi pada saat ini label tersebut tidak terpakai lagi, akan tetapi digantikan dengan peng-karantinaan benih bina dari luar negeri, karena pihak republik ingin mencegah terjadinya ledakan hama dan lain-lain.


3.6            Penyimpanan Benih
Perlakuan yang terbaik pada benih ialah menanam benih atau disemaikan segera setelah benih-benih itu dikumpulkan atau dipanen, jadi mengikuti cara-cara alamiah, namun hal ini tidak selalu mungkin kareana musim berbuah tidak selalu sama, untuk itu penyimpanan benih perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih saat musim tanam tiba.
Tujuan penyimpanan :
  1. menjaga biji agar tetap dalam keadaan baik (daya kecambah tetap tinggi)
  2. melindungi biji dari serangan hama dan jamur.
  3. mencukupi persediaan biji selama musim berbuah tidak dapat mencukupi kebutuhan.

3.6.1        Kadar air dan ketahanan simpan benih
Tujuan penyimpanan benih adalah mempertahankan mutu fisiologis benih yang telah diperoleh dengan cara menekan kemunduran benih seminmal mungkin. Dengan demikian pada saat benih akan ditanam, masih diperoleh suatu keragaan tanaman yang baik. Sebaik apapun benyimpanan benih dilakukan, kemunduran tetap terjadi. Upaya penekanan kemunduran benih sejauh ini hanya dari segi fisiologinya. Dengan cara memberikan suatu lingkungan sedemikian sehingga proses metabolisme yang terjadi di dalam benih dapat ditekan seminimum mungkin. Masih ada proses lain yang terjadi dalam kemunduran benih yaitu proses kronologis yang akan dipengaruhi oleh periode (lama) simpan benih. Benih dari setiap spesies memiliki jangkauan hidup tertentu, dan serendah apapun proses fisiologis dehambat, suatu saat nanti akan hilang juga viabilitasnya.
Lingkungan simpan dapat dimanipulasi sedemikian rupa, apakah lembab nisbi (RH) atau suhu tergantung dari fasilitas yang dimiliki. Faktor lembab nisbi dan suhu ruang simpan sangat berpengaruh terhadap kemunduran benih (Welch, 1967).
Daya simpan benih dapat diperpanjang dengan cara mengatur lembab nisbi di ruang simpannya, karena antara benih dan lembab nisbi di sekitarnya selalu terjadi keseimbangan. Kadar air akan meningkat apabila benih disimpan pada suatu ruang simpan dengan lembab nisbi yang tinggi. Jika nisbi ruang simpan rendah, kadar air keseimbangan benih jagung meningkat dengan kian meningkatnya lembab nisbi ruang simpan, dan kadar air benih menurun apabila lembab nisbi ruang simpan rendah. Waktu yang diperlukan oleh absorbsi (penyerapan uap air) lebih cepat dibanding dengan desorbsi (pengeluaran air dari benih) terutama pada  tingkat lembab nisbi yang sangat rendah yaitu 42,5 – 52,5 %.

3.6.2        Vigor awal benih
Vigor awal benih memegang peran penting terhadap kemunduran benih. Benih dengan daya berkecambah yang sama setelah disimpan beberapa waktu ternyata menunjukkan ketahanan simpan yang berbeda. Hasil penelitian di mississippi state University, amerika serikat menunjukkan bahwa benih jagung yang pada awal periode simpan menunjukkan daya berkecambah yang tidak berbeda nyata menunjukkan ketahanan simpan yang berbeda (Delouche, 1971).











BAB 4. SIMPULAN

Telah diketahui bahwaasanya untuk produksi benih Jagung bersari bebas dan Jagung Hibrida memerlukan sebuah penanganan yang lebih khusus daripada hanya budidaya Jagung biasa. Untuk memperoleh produksi jagung yang baik haruslah mencermati atau teliti pada saat memilih benih dan cara perlakuannya, terutama diperhatikan juga pada pada saat pengolahan tanah, karena pada saat tersebut adalah awal dari keberhasilan memproduksi benih. Dikarenakan jika pengolahan tanah tidak benar akan mengakibatkan benih tidak akan tumbuh dengan optimal, dan juga pada saat memproduksi benih jagung tak lupa dilakukan roguing, yaitu mencabut tanaman lain atau tipe simpang, dan untuk produksi benih Jagung Hibrida juga tak lupa pula dilakukannya pelaksanaan dektaseling. Proses panen dan pasca panen juga akan menentukan kualitas dan kuantitas benih, karna jika pada saat penanganan panen dan pasca panen tidak benar maka yang terjadi adalah kemurnian benih tidak akan sempurna.
            Hal yang harus dipenuhi pada saat pertanaman produksi benih jagung bersari bebas dan hibrida ialah proses sertifikasi benih, karena pada saat tersebut benih nantinya akan legal apabila di pasarkan kembali, tanpa adanya proses tersebut benih tidak dapat diedarkan di pasaran.
            Proses yang mempengaruhi pada saat produksi benih ialah pada saat roguing dan dektaseling atau pencabutan bunga jantan, dikarenakan pada saat tersebut mencakup dengan kemurnian benih.





DAFTAR PUSTAKA

Akil, M., M. Rauf, I.U. Firmansyah, Syafruddin, Faesal, R. Efendi, dan A. Kamaruddin. 2005. Teknologi budi daya jagung untuk pangan dan pakan yang efisien dan berkelanjutan pada lahan marjinal. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, p.15-23.
Anonymous. 1995. Pengenalan hama dan penyakit tanaman jagung serta pengendaliannya. Monograf Balittan Malang No.13:1-14.
Anonymous. 1989. Pengenalan Penyakit Penting pada Tanaman Padi dan Palawija dan Cara Pengendaliannya. Direktorat perlindungan Tanaman Pangan, Jakarta. 138 hal.
Baker, K.F. 1972. Seed Pathology. Dalam Kozlowski, T.T., Seed Biology, v. 2, hlm. 317 – 416, allus. New York.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 1976. Pedoman pengendalian tumbuhtumbuhan
pengganggu. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 79p.
Efendi, R. dan A.F. Fadhly. 2004. Pengaruh sistem pengolahan tanah dan pemberian pupuk NPKZn terhadap pertumbuhan dan hasil jagung. Risalah Penelitian Jagung dan Serelaia Lain. 9:15-22.
Fadhly, A.F., R. Efendi, M. Rauf, dan M. Akil. 2004. Pengaruh cara penyiangan lahan dan pengendalian gulma terhadap pertumbuhan dan hasil jagung pada tanah bertekstur berat. Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, 18 Juni 2004, 14p.
Flint, M.L. and R. van den Bosch. 1990. Pengendalian Hama Terpadu, Sebuah Pengantar. Penerbit Kanisius. Pp.144
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. 255 hal.
Ortega, C.A. 1987. Insect pests of maize. A Guide for Field Identification. CIMMYT Mexico. Pp.106.
Pabbage, M.S. 2003. Potensi pemanfaatan parasitoid telur Trichogramma evanescens Westwood dalam pengendalian hama penggerek batang jagung, Ostrinia furnacalis Guenee. Makalah Seminar Jatidiri persyaratan kenaikan pangkat IVb ke IVc. Balitsereal. Jumat 5 Desember. 19 hal.
Painter, R.H. 1951. Insect Resistan in Crop Plants. The Mac Millan Company. New York. Pp.520.
Pedoman Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikulturan Wilayah III Jawa Timur, 1985
Pedoman Sertifikasi Benih Tanaman pangan dan Hortikultura Wilayah III Jawa Timur, Satgas V Jember. 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Jagung. 1988, Jagung. Bogor, Indonesia
Rizal, A. 2004. Penentuan kehilangan hasil tanaman akibat gulma. Dalam: S. Tjitrosemito, A.S. Tjitrosoedirdjo, dan I. Mawardi (Eds.) Prosiding Konferensi Nasional XVI Himpunan Ilmu Gulma Indonesia, Bogor, 15-17 Juli 2003. 2: 105-118.
tanaman jagung di Indonesia. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor:127-129.
Saleh, K.M. 1993.  The use of resistant varieties and insecticide applications in controlling insect pests and the effects of resistant varieties on parasitoid development. Proceeding of the Symposium on Integrated Pest Management Control Component. Biotrop Special Publication No.50:157-165.
Semangun, H. 1993.  Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hal.
Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Diseases. Second Edition. The American Phythological Society. USA. Pp.105.
Sudjono, M.S. 1988. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. 1988. Jagung. Puslitbangtan Bogor. Hal.205-241.
Sumartini dan Srihardaningsih. 1995. Penyakit-Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Dalam Pengenalan Hama dan Penyakit Tanaman Jagung serta Pengendaliannya. Monograf Balittan Malang No. 13:1-14.
Tandiabang, Y. 2000. Pengelolaan hama utama tanaman jagung. Prosiding Aplikasi Paket Teknologi pertanian Sulawesi Tengah. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta : 16 hal.
Tjitrosedirdjo, S., I.H. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Badan Penerbit Kerjasama Biotrop Bogor dan Gramedia, Bogor, 210 p.
Wakman, W., M.M. Dahlan, dan M.S. Kontong. 1999.  Varietas jagung unggul nasional tahan penyakit bulai di akhir abad ke-20. Makalah disajikan pada Seminar Tahunan Perhimpunan PFI, PEI dan HPTI Komisariat Sulawesi Selatan di UNHAS, 8 hal.
Wakman, W. 2000. Downy mildew disease of maize in Indonesia : Problem, Research, and solving. Paper presented at the International Congress and Symposium  on Southeast Asian Agricultural Sciences (IC-SAAS). Bogor Agricultural University. 6-8 November 2000. 9 pages.
Wakman, W., M.S. Kontong, A. Muis, D.M. Persley, and D.S. Teakle. 2001. Mosaic disease of maize caused by sugarcane mosaic potyvirus in Sulawesi. Indonesian Journal of Agricultural Science. 2(2):56-59.
Wakman, W. 2002. Penyakit utama tanaman jagung di Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Expose Palawija di BPTP Lampung 16-18 Oktober 2002, 12 hal.
Wakman, W. dan H.A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung. Makalah disajikan pada Seminar PFI di Purwokerto 7 September 2002. 10 hal.
Wakman, W. dan Hasanuddin. 2003. Penyakit bulai (Peronosclerospora sorghi) pada jagung di dataran tinggi Karo Sumatera Utara. 10 hal. (Belum dipublikasikan).
Wakman, W. 2004a. Varietas jagung tahan penyakit hawar daun di dataran tinggi. Seminar Mingguan Balitsereal. Jumat 30 April : 4 hal.
Wakman, W. 2004b. Bercak daun kelabu, penyakit utama kedua pada jagung di dataran tinggi. Seminar Mingguan Balitsereal. 4 hal
Widiyati, N., A.F. Fadhly, R. Amir, dan E.O. Momuat. 2001. Sistem pengolahan tanah dan efisiensi pemberian pupuk NPK terhadap petumbuhan dan hasil jagung. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain.